Recent Videos

Jumat, 06 November 2009

cicak vs buaya


Beberapa waktu lalu, sebelum ditutup dengan meledaknya bom di JW Mariott dan Ritz Carlton Jakarta, pemberitaan media massa menyorot tentang memanasnya hubungan KPK dan POLRI. “Cicak” melawan “Buaya”, demikian sorotan media massa tentang panasnya hubungan tersebut. Cicak yang hanya sebesar ibu jari mau melawan buaya yang sebesar bus. Cicak yang pemakan serangga kecil akan melawan buaya yang pemakan ayam bahkan kambing.
Entah apa maksudnya ungkapan tersebut, dan siapa yang cicak dan siapa yang buaya, yang jelas ini telah mengundang reaksi keras kedua belah pihak (KPK dan POLRI) dan semakin men-disharmoni hubungan. Bahkan Presiden merasa harus turun tangan guna mendamaikan keduanya. Susno Duaji (Kabareskrim Polri) membantah menyebut KPK sebagai cicak yang dia analogikan tersebut. Namun inilah yang memicu retaknya hubungan tersebut. Ketika kasus tewasnya Nazrudin Zulkarnain yang melibatkan Antasari Azhar, sudah ada sinyal-sinyal tentang mulai tidak harmonisnya hubungan dua lembaga negara ini.
Isu kompetisi alias persaingan adalah sorotan empuk media massa, bahkan jadi konsumsi berita infotainment. Rakyat dibuat bingung dengan kejadian dan lelakon ini. Siapa yang benar dan siapa yang salah sudah terlalu sulit dibedakan oleh rakyat selaku penonton lakon kehidupan di jaman kalabendu ini. Semua merasa berkepentingan dan merasa punya kepentingan. Semua merasa punya harga diri atau semua merasa sekedar gengsi demi eksistensi diri. Maka gesekan itu terjadi.
Jika kita kilas balik ke belakang sejenak, lahirnya KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi] juga dibidani oleh Polri dan Kejaksaan. Namun, dalam kacamata awam saya bahwa KPK dilahirkan adalah dalam rangka menghajar korupsi dari negeri ini. Nah, masalah korupsi adalah masalah pidana atau kriminalitas yang jelas melawan hukum. Masalah pidana maupun kriminalitas ataupun masalah gangguan alias melawan hukum di negeri ini telah ada institusi penegak hukum yakni kepolisian dan kejaksaan. Ketika KPK dilahirkan maka secara implisit memang ada sebuah ketidakpercayaan lagi terhadap kedua lembaga negara tersebut mampu mengganyang korupsi dari negeri ini.
Maka tidak heran, jika kemudian hari pasti timbul persaingan untuk menunjukkan eksistensi diri masing-masing lembaga. Sebab semuanya merasa sebagai lembaga penegak hukum. Dalam kacamata awam saya, bahwa apapun yang terjadi sebenarnya masing-masing lembaga tersebut telah memiliki tupoksi [tugas pokok dan fungsi] masing-masing. Dan tupoksi tersebut saling berkaitan satu sama lain yang seharusnya berjalan seiring sejalan dalam sebuah jalan yang akhirnya bertemu pada terminal akhir. Sayangnya, ketiga lembaga tersebut dilengkapi dengan perangkat yang sama. Ambil contoh perangkat tersebut adalah KPK, Polri dan Kejaksaan sama-sama punya penyidik yang tupoksinya sama-sama menyidik kasus.
Selain kesamaan perangkat, juga ada kesamaan fungsi, yakni sama-sama dapat menegakkan hukum korupsi. Rakyat dapat melaporkan kasus korupsi ke Kejaksaan, Kepolisian dan KPK juga. Nah, inilah yang bikin rakyat bingung, mau lapor kemana jika ada kasus korupsi. Ketiganya juga siap menerima laporan dan siap mengusut kasus tersebut. Disinilah paradok itu muncul dan akhirnya gesekan terjadi maka hubungan menjadi kurang harmonis ketika gesekan memanas dan akhirnya menajam. Itulah analisa awam saya terhadap tiga lembaga hukum ini.
Dan siapa yang cicak dan siapa yang buaya, ya yang cicak yang ketiga lembaga hukum tersebut dan buayanya adalah para koruptor. Tantangannya adalah mampukah KPK, Polri dan Kejaksaan berubah menjadi buaya ganas yang siap mengganyang koruptor? Jika para cicak bermusuhan, maka para buaya tepuk tangan dan makin kuat.
Untuk itulah sangat perlu dibangun sebuah sistem yang mengatur pola relasi antar penegak hukum dalam penanganan korupsi di negara ini. Undang-undang Anti Korupsi harus ada dan didalamnya harus memaktubkan peran dan fungsi masing-masing lembaga penegak hukum. Semua harus berperan aktif sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Sehingga, gengsi dan kepentingan eksistensi diri untuk menunjukkan siapa paling berjasa dan siapa paling superbody dapat dihindari. Demikian analisa seorang kaum biasa ini.


opini pribadi;
      menurut pandangan awam saya kasus ini tadk lah mangaget kan karena di indonesia memiliki 3 penegak huku m yg fungsi nya sama yaitu ma kpu dan polisi sehingga mereka saling existensi untuk mendapatkan sorotan utama dri publik atas kerjanya. seperti qita ketahui di hongkong jga memiliki lembaga seperti kpk yang bernamakan ICAC setelah hongkong diserahkan kepada cina ICACmeluncurkan blue print berhasil menjerat 4 pejabat tinggi kepolisian negara  ICAC pun di goyahkan  citranya oleh kepolisian  tp  ICAC pun tetap berjalan  dan berhasil membongkar smua mafia
     mungkin di indonesia masalah seperti ini harus segera di selesaikan kalaun perlu presiden sebagai kpala negara harus trun tangan untuk mempermudah komunikasi diantara merekan untuk mereda masalh tersebut

by akhlis








Selasa, 03 November 2009

pacar qu

kni dia tlah menjadi mlik qu
Qt dpt mengintai dngn seutuhnya
walaupun halang lintang melintang

seprti bintang yng menghiasi malam dia jga
menghiasi hidup ku